naik kereta jarak jauh bukanlah pengalaman pertama kali, karena beberapa tahun lalu langganan kereta parahyangan jakarta-bandung pp. namun kali ini akan naik kereta ke jawa timur dan perjalanan malam ditambah cerita-cerita tidak mengenakan bikin was-was juga.
untuk kereta luar kota dilayani dari stasiun pasar senen dan stasiun gambir. stasiun senen untuk ekonomi, dan stasiun gambir untuk eksekutif/bisnis.
gue kalo ngebayangin stasiun senen, maka yang kebayang adalah stasiun yang kumuh, tapi saat ini sudah berubah jauh. lebih tertib. untuk bisa masuk peron baru bisa menjelang (kira kira 1 jam) sebelum jam keberangkatan.
dan juga lebih jelas, di stasiun senen ini, peronnya sudah diarahkan dari semenjak pemeriksaan karcis di pintu masuk peron, sehingga tidak mungkin salah peron.
ketika masuk gerbong, ternyata ber-ac, walaupun kereta ekonomi.
bentuk bangku yang hadap-hadapan juga mirip seperti kereta parahyangan dulu. bangkunya pun tegak (bukan reclining seat) - nah kebayang akan menjalani 11 jam perjalanan dengan bangku begitu ;(
oh iya, pembelian tiket kereta sekarang ini online. atau di gerai-gerai minimarket atau travel agent. namun tiket asli baru bisa dicetak di stasiun keberangkatan. sehingga baiknya ambil spare jam beberapa saat sebelum berangkat untuk mencetak tiket.
cetak tiket dilakukan secara self-service, dengan men-scan barcode/QR code dari print out tanda pembelian tiket, maka tiket akan tercetak.
kereta berangkat on-time, dan langsung diperiksa tiketnya oleh petugas yang didampingi polsuska.
dan ga lama kemudian pramugara dan pramugari kereta lewat lewat menawarkan teh, kopi, dan makan malam.
tapi tampaknya penumpang 'reguler' kereta sudah paham, jadi mereka serba tahu sama tahu aja. beda dengan gue yang baru pertama kali naik kereta malam gini.
nah salah satu kewas-wasan kita adalah, karena diinfokan para penumpang tidur di lorong ini disinyalir juga sering mencari kesempatan untuk mengutil barang-barang yang terletak di bawah.
walhasil selama perjalanan gue susah banget untuk tidur. selain karena memang sangat susah tidur sambil duduk tegak.
tapi jelas menganggu banget para penumpang yang tidur di lorong ini, orang lewat kesusahan, kalo keinjek mungkin ga terlalu, kalo kesiram kopi panas gimana?
selama perjalanan kereta ini berhenti di beberapa stasiun untuk menurunkan dan menaikkan penumpang. jadi kalau ada bangku yang terlihat kosong, kemungkinan besar penumpangnya akan naik di stasiun-stasiun berikutnya. atau bahkan bangku yang baru ditinggalkan penumpangnya turun, akan langsung terisi.
dan penumpang baru akan langsung diperiksa karcisnya sesaat setelah kereta bergerak.
petugas akan langsung tahu kursi penumpang baru berkat gadget yang ditenteng-tentengnya. jadi ga perlu cari-cari lagi mana yang baru mana yang lama.
dan kalo ternyata tiket terselip atau bahkan hilang, kita masih ada kemungkinan tidak terkena denda atau bahkan ditendang keluar kereta, selama bisa menujukkan ktp.
karena ketika membeli tiket ada isian nomor identitas.
jadi, selama masih bisa menunjukkan ktp, semuanya terkendali.
perjalanan malam membosankan, karena tidak bisa ada yang dilihat keluar jendela. berbeda ketika pulang kembali ke jakarta, kita menggunakan kereta siang,
pemandangan masih bisa menghibur walaupun kadang tetap terkantuk kantuk.
apalagi sebagai kereta ekonomi selalu mendapatkan prioritas rendah ketika berhadapan dengan kereta eksekutif/bisnis, sehingga sering berhenti.
walhasil sampai kembali di stasiun senen lebih lambat 1 jam. dan sebagaimana lokasi moda di sini. banyak non-taksi dan taksi 'kurang terpercaya' yang mangkal.
ketika kehebohan awal bahwa filosofi kopi akan dibuat filmnya, gue mencoba mengingat-ingat lagi cerpen filosofi kopi yang sudah dibaca entah berapa tahun yang lalu.
sama dengan beberapa reviewer lain yang penuh tanda tanya akan kemunculan karakter el yang sebelumnya tidak ada di cerpen, gue juga merasa (bertanya-tanya) apa perlu ditambah karakter baru?, karena di cerpen, ben dan jody aja sudah cukup, dan gue merasa ga perlu ada tambahan orang lain.
@JennyJusuf btw, gue lebih suka original plot kalo kopi tiwus itu dikasih tau sama bapak2 berbatik :) re: @filkopmovie
— snydez (@snydez) April 5, 2015
sering sekali mendengar ada barang yang dikirim tidak sampai ke tangan penerimanya. jasa kurir/logistik mengklaim kalau barang sudah diterima, sementara barang tak pernah terlihat wujudnya.
kalau barangnya barang umum dan banyak tentu masih permisif, tapi kalau barangnya unik, antik, cuma satu-satunya tentu kerugiannya jadi tak ternilai.
nah
dari situ gue terpikir. inilah celah dari segala kehilangan barang yang dikirim melalui kurir. bahwa penerimanya bukan orang yang berhak menerima.
dan tidak ada semacam sistem yang bisa mengklarifikasi bahwa gue bisa dan boleh menerima barang yang bukan untuk gue.
kalo misalnya di depan rumah ada yang lagi iseng berdiri/nongkrong, terus ada petugas pengantar barang untuk penghuni rumah tersebut. sementara si kurir dengan serta merta mengiyakan barangnya untuk diterima oleh orang yang nongkrong tersebut. ya wasalam aja kalo ternyata si orang nongkrong tadi ternyata bawa barangnya untuk diri sendiri.
toh nandatangani resi juga bisa pake sembarang nama, sembarang asal tanda tangan.
kaya'nya ini yang harus diperbaiki dari segala sistem pengantar barang ini.
biasanya nomor telpon dicantukmkan oleh pengirim dan penerima.
jadi harusnya si pengantar harus dimodali pulsa oleh perusahaannya untuk melakukan penelponan ketika barang akan diserahkan.
atau paling ekstrim adalah barang didrop dilokasi cabang pembantu perusahaan kurir tersebut, untuk kemudian diambil oleh yang berhak.