ketika kehebohan awal bahwa filosofi kopi akan dibuat filmnya, gue mencoba mengingat-ingat lagi cerpen filosofi kopi yang sudah dibaca entah berapa tahun yang lalu.
sama dengan beberapa reviewer lain yang penuh tanda tanya akan kemunculan karakter el yang sebelumnya tidak ada di cerpen, gue juga merasa (bertanya-tanya) apa perlu ditambah karakter baru?, karena di cerpen, ben dan jody aja sudah cukup, dan gue merasa ga perlu ada tambahan orang lain.
sebelumnya gue ga pernah tau, kalo sebuah cerita/novel/cerpen/buku dijadiin film bisa jadi ga plek-ketiplek memvisualisasikan sesuai dengan apa yang ada di cerita asli.
nah, gue baru ngeh kalo di poster (dan woro-woro) lain tertulis "diadaptasi dari cerita filosofi kopi".
nah disitu semacam disclaimer : kemungkinan ada ketidaksamaan antara cerpen dan filmnya.
WARNING! SPOILER!
oh iya, review ini kemungkinan penuh spoiler. buat yang pengen nikmati film tanpa spoiler, balik lagi aja baca ini setelah nonton :D
film ini bercerita pengusaha muda jody yang punya sahabat ben yang berjuang berbisnis kedai kopi.
ben penuh kejumawaan, jody penuh logika. inilah yang bikin mereka clash berkepanjangan dalam menjalankan bisnis kedai kopi mereka.
ben sangat jumawa bahwa dia adalah barista mumpuni yang bisa bikin kopi yang enak - kaya' di anime; bikin mata orang berbinar binar menjadi bentuk bintang. ternyata jadi down setelah mengetahui bahwa kopi buatan dia ada yang menandingi. ketika down tersebut, kehidupan masa lalu ben dan permasalahannya dimunculkan, dan jalan cerita film ini diarahkan untuk menuju closure dari masalah-masalah tersebut.
bisa dibilang
jenny jusuf yang membuat
screenplaynya membuat cerita keseluruhan berkesinambungan, dari mulai perseterusan
ben dan
jody, kehadiran
el, masalah kopi terenak, dan pemasalahan
ben dengan ayahnya.
ada satu dua dialog atau scene yang 'gak cocok', seperti pertemua ke-dua antara
ben , jody dan
el, dimana
ben merasa sudah pernah bertemu dengan
el secara formil, padahal khan cuma liat-liatan doang, kenalan juga kagak.
atau scene penggusuran(?, pengusiran(?)) lahan kopi bapaknya
ben, yang buat gue lumayan agak mikir untuk merangkaikan dengan cerita-cerita
flashback lainnya di film itu.
tapi, keseluruhan jalan cerita tak terganggu.
seperti yang di awal tadi gue bilang, jalan ceritanya ga terlalu sama dengan cerpennya, salah satunya adalah pencarian kopi tiwus;
dari sisi sinematografi, yang paling mengganggu buat gue adalah cara mengambil gambarnya. camera panning ke kiri ke kanan ke kiri ke kanan, secara cepat.
mata gue yang minus ini tampaknya ga bisa cepat beradaptasi dengan tampilan gambar seperti itu.
btw pemeran
ben,
chicco jerikho berlatih (kursus) belajar menjadi barista di
abcd dan 'magang' di berbagai coffee shop untuk lebih menjiwai perannya sebagai barista jagoan.