sering sekali mendengar ada barang yang dikirim tidak sampai ke tangan penerimanya. jasa kurir/logistik mengklaim kalau barang sudah diterima, sementara barang tak pernah terlihat wujudnya.
kalau barangnya barang umum dan banyak tentu masih permisif, tapi kalau barangnya unik, antik, cuma satu-satunya tentu kerugiannya jadi tak ternilai.
nah
dari situ gue terpikir. inilah celah dari segala kehilangan barang yang dikirim melalui kurir. bahwa penerimanya bukan orang yang berhak menerima.
dan tidak ada semacam sistem yang bisa mengklarifikasi bahwa gue bisa dan boleh menerima barang yang bukan untuk gue.
kalo misalnya di depan rumah ada yang lagi iseng berdiri/nongkrong, terus ada petugas pengantar barang untuk penghuni rumah tersebut. sementara si kurir dengan serta merta mengiyakan barangnya untuk diterima oleh orang yang nongkrong tersebut. ya wasalam aja kalo ternyata si orang nongkrong tadi ternyata bawa barangnya untuk diri sendiri.
toh nandatangani resi juga bisa pake sembarang nama, sembarang asal tanda tangan.
kaya'nya ini yang harus diperbaiki dari segala sistem pengantar barang ini.
biasanya nomor telpon dicantukmkan oleh pengirim dan penerima.
jadi harusnya si pengantar harus dimodali pulsa oleh perusahaannya untuk melakukan penelponan ketika barang akan diserahkan.
atau paling ekstrim adalah barang didrop dilokasi cabang pembantu perusahaan kurir tersebut, untuk kemudian diambil oleh yang berhak.
tua!
itu yang pertama kali muncul di benak gue ketika ada undangan reuni SMA angkatan gue. :D
di undangannya jelas jelas tercantum reuni ke-21 tahun. yang pasti itu bukan udah 21 kali acara reuni. tapi acara reuni di 21 tahun kelulusan dari SMA.
21 tahun.
orang-orang yang tadinya satu angkatan, sekarang udah bapak-bapak ibu-ibu di umur berkisar 40 tahunan.Â
tapi apa yang terlihat di reuni yang gue -akhirnya- datang?Â
yang terlihat; waktu tampaknya berhenti. kelakuan mereka sama seperti mereka masih SMA, gaya ngomong, panggilan nick name, masih seperti yang gue inget dari mereka-mereka 21 tahunan yang lalu. bahkan ada yang bentuk fisiknya ga berubah.
di reuni ini juga ngundang guru-guru yang ngajar kita,
berhubung gue punya daya ingat yang seadanya,  banyak dari guru guru yang gue ngga inget siapa atau ngajar apa, apa gue pernah jadi muridnya apa engga.
beberapa dari mereka masih sehat, ada yang perlu bantuan tongkat atau alat bantu berjalan lain. pasti mereka senang ngeliat murid yang pernah mereka ajar sekarang ada yang jadi dokter, ada yang jadi arsitek, musisi, atau seniman dan wirausaha.
tapi satu yang pasti, ga pernah beruntung untuk bisa dapeting doorprize heheh .
dua hari berturut-turut ini disuguhi pemandangan 4 kali kejadian clash antara dua pengguna jalan. motor dengan mobil, mobil dengan motor. pemandang yang tampak sangat tidak mengenakan untuk dilihat. emosi diumbar-umbar, pengrusakan.
sampai 4x terjadi di depan mata, membuat hal tersebut seperti sebuah (atau empat buah) pertanda.
gue sering banget terseret untuk umbar emosi, mau di jalan raya, di lingkungan, di manapun — jadi inget pernah dijuluki manusia buatan no-18 sama temen-temen kost karena ribut dengan ibu kost. jadi kejadian-kejadian tersebut seperti pengingat ke gue. sudut pandang ditukar, gue jadi orang sekitar yang melihat kebrutalan.Â
yup, gue seperti melihat orang bego, berantem dengan orang bodoh. sama-sama tolol.
kondisinya adalah biarpun ada yang benar dan ada yang salah. ketika gue yang mengalami clash tersebut, yang ada setelahnya sih rasa pahit, getir.Â
dan biarpun kalau memang gue pada sisi yang benar pun, si orang yang di sisi yang salah itu pun ga tau salah nya apa. entah emang beneran ga tau, atau ga mau tau. beneran ga tau, apa emang bego.
jadi intinya sama-sama merasa ga salah.
akhirnya sejak itu, gue berusaha berubah. gue menjadi yang mengalah, gue yang akan diam tak beradu bacot, gue yang akan mempersilahkan those stupid arse doing whatever his ass want to do. i will not stand in his/her way.
pengecut?
emang. gue ga mau terlihat seperti orang bego. gue akan mengalah dengan nggak ngebikin gue jadi sama rendah sama si bego.
kenapa gue bilang si bego. karena mau argumen apapun, orang-orang kaya gitu mah tetep ga mau kalah. mau adu jotos pun ga menghasilkan apapun, gak akan berpikir bahwa dia salah.
yang ada malah berurusan sama polisi. dan hukum disini bengkok banget. jadi either you are powerfull, sulit untuk engga dijebak sama pihak-pihak berwenang.
kalo ternyata bisa diberantemin secara baik-baik sih mungkin bisa saling membuka pikiran.
cuma masalahnya kaya gitu kejadian mungkin 1 dari 100 kejadian.Â
dan kalo menilik gue, seperti yang gue bilang tadi bahwa pernah dijuluki manusia buatan no-18, nada suara gue ga bisa tone down, jadi malah ga guna ngajak omong orang yang udah emosian.
jadi penasaran sama mario teguh, kalo dia clash sama orang, beneran ga ya dia pakai nada sopan?
related post:Â orang-waras dianggap gila karena orang lain yang gila