semenjak diumumkannya kasus pertama penderita novel corona, atau covid-19, di indonesia; salah satu instruksi pemerintah adalah melakukan social distance, yaitu tidak berada dalam jarak dekat untuk setiap orangnya.
maka dari itu akhirnya sekolah sekolah meniadakan kegiatan belajarnya, tetapi diganti dengan belajar di rumah, study from home, school from home.
hal ini sontak membawa kegamangan serta kekalutan bagi orang tua. bagaimana mereka ternyata harus jadi ‘guru’ bagi anak-anak mereka. bagaimana membantu tugas-tugas sekolahnya, dll.
kembali ke tema, yaitu study from home, school from home.
yang jadi perhatian awal adalah bagaimana belajar di rumah ini bisa dilakukan? untuk interaksi antara guru dan murid,
hal paling minimal yang bisa dipakai adalah menggunakan whatsapp. dan itu pun mungkin pakai whatsapp orang tuanya.
sedikit lebih advance, adalah menggunakan aplikasi document collaboration and sharing, seperti google drive. dan yang lebih terstuktur dan lebih cocok, adalah menggunakan aplikasi google classroom.
dalam implementasinya, belajar dari rumah (secara online) ini, lebih tepat disebut sebagai penugasan online – pemberian tugas online, dibanding belajar online.
selain harus menyelesaikan tugas yang diberikan, siswa pun diberi tenggat waktu kapan harus submit hasil pekerjaannya.
tapi ya itu, karena mendadak, guru, orang tua, dan juga mungkin muridnya – yang belum tentu paham bagaimana aplikasi (misal: google docs) difungsikan. yang terjadi dokumennya tidak bisa dibuka. atau bisa dibuka tapi tidak bisa diedit (karena niatnya seperti google form, dimana result tiap pembuka tersimpan terpisah tiap account).
maka yang timbul adalah kekalutan, karena belum bisa submit tugasnya. yang kalut sih orang tuanya.
selain masalah gaptek, ada lagi yang lebih mendasar, yaitu koneksi internetnya.
walaupun mungkin jaman sekarang sudah semua orang punya handphone yang bisa terkoneksi internet. tapi tetap menjadi beban bahwa perlu punya / beli paket internet.
kemudian yang jadi permasalahan selanjutnya adalah bentuk submission tugasnya. ada yang berupa foto dari kertas jawaban. ada berupa scan dari gambar/tugas, ada yang minta submit video. dan ada yang bahkan sampai meminta kolase foto kegiatan harian.
nah ketika tiba di permasalahan submission yang tidak lazim, seperti membuat kolase. ini kemudian jadi pr tersendiri buat orang tua. karena ga semua orang pernah bersentuhan dengan foto editor, baik di henpon, maupun di komputer.
dan masalah berikutnya justru paling klasik, yaitu (kedua) orang tuanya bekerja. si anak harus menghadapi tugas online ini dengan minimal support orang tuanya. kalau anaknya ternyata di umur yang masih perlu bantuan, terutama dalam hal teknologi dan alat komunikasi, walhasil bubas deh tugasnya.
intinya siap ga siap, kondisi belajar jarak jauh ini terjadi juga. yang membuat siap ga siap, orang tua musti siap.
This Article was mentioned on desisonny.com
sepertinya malah perlu diberlakukan “latihan” belajar dari rumah, tapi tentu tidak semua sekolah bisa menerapkan, karena tidak semua ortu punya internet yang cukup memadai..
Agak ironis juga jadinya ketika orang-orang pada ahli pakai media sosial dan adu strategi di PUBG tapi kewalahan menerima tantangan pakai program/aplikasi buat berbagi dokumen. 😀
Sing Ngelu Bapak Ibune semenjak SEKOLAH ONLINE :))))
Nah! ini masalah besar bagi orang tua yang tidak terbiasa berkutat dengan teknologi. Saya dapat permintaan bantuan dari beberapa teman yang tidak terbiasa dengan teknologi untuk membantu tugas anak-anak mereka. Termasuk bikin kolase foto itu
Kesian keluarga dengan peralatan digital minim, laptop harus gantian, sinyal seluler lemot, dst.
Tapi ya gimana lagi.
SFH ini yang lebih banyak puyeng adalah orang tua terutama emak-emak. Udah rempong ngurusin suami yg lagi WFH, eh ketambahan kerjaan pula buat bantuin ngerjain PR si anak… 😆
This Article was mentioned on jurnal.snydez.com
This Article was mentioned on desisonny.com