pechakucha jakarta vol. 29 mengangkat tema mengenai fotografi. pada acara ini pechakucha diisi oleh 6 fotografer yang mempunyai latar belakang beragam.
pechakucha sendiri adalah acara yang menampilkan pembicara yang membawakan presentasinya sebanyak 20 slide selama 20 detik setiap slidenya. tema yang dibawakan di pechakucha bermacam-macam, dan kali ini membahas tentang fotografi dengan judul camera lucida.
penampil pertama adalah jerry aurum, fotografer ini memang mengkhususkan pada fotografi studio, dan slide yang ditampilkan hampir semuanya artis. pada sesi diskusi, jerry memberikan tip sebelum pemotretan bahwa sebaiknya mengajak modelnya ngobrol ngalor ngidul sebelumnya untuk mendapatkan insight secara personal. tapi juga kadang foto dari kespontanan malah menghasilkan foto yang bagus di luar dugaan.
penampil berikutnya adalah carol kuntjoro, yang mempunyai sejarah sebagai penderita mental illness. segala macam treatment pengobatan dijalani, sampai akhirnya ternyata dengan memfoto didapatkan penyembuh yang selama ini dicari. carol mengaku sebagai (pre)wedding fotografer, tapi karena keahliannya membuat modelnya membuka diri sehingga foto yang didapatkan ‘jujur’. bahkan client-nya seperti mendapatkan insight untuk diri mereka sendiri yang sebelumnya mereka tidak sadari (sebelum difoto oleh carol).
selanjutnya tampil rony zakaria. diawali dengan senang memfoto, kemudian terinspirasi dari proyek One in 8 millions – new york times, di mana rony kemudian mengikuti satu orang untuk difoto selama beberapa waktu, waktu itu dia memfoto seorang petinju wanita di condet. namun tidak berlangsung lama karena kehabisan dana. tapi dari sana malah dapat channel untuk pekerjaan memfoto manny pacquiao.
kemudian tampil advan matthew, fotografer fashion yang bercerita dengan adanya social media seperti instagram, fotografer pun seperti memilah mana karya yang untuk print dan mana karya yang hanya untuk di internet.
berikutnya adalah yoppie pieter, yang pivot karirnya menjadi fotografer dengan melewati beberapa institusi pendidikan fotografi. pada sesi diskusi, yoppie menyampaikan untuk tidak membayar model foto untuk dokumentari.
kemudian penampil berikutnya adalah tompi, artis penyanyi slash dokter slash fotografer. sungguh karir yang membelalakan mata.
tompi menggunakan kamera berfilm alih alih kamera digital. ketika awal-awal menggunakan kamera berfilm, tompi menghabiskan satu roll film isi 36 dalam waktu beberapa jam saja. kemudian setelah beberapa bulan berlalu, kadang malah cari cari alasan untuk bisa menghabiskan film. menggunakan kamera film, membuat fotografer fokus pada ‘gambar’ yang ingin dihasilkan sehingga jadi banyak pertimbangan sebelum memencet shutter, dan juga fokus karena tidak perlu mengintip dengan segera hasil fotonya. tompi belajar tentang mencuci, dan memfoto dengan film secara otodidak, karena rekan-rekan dikomunitasnya sama sekali ‘pelit’, yang ternyata imbasnya tompi menjadi mengerti lebih dalam tentang film. kesalahan dijadikan bahan pelajaran. blunder yang masih teringat adalah ketika mengajak foto raisa, 4 roll film semuanya ‘hangus’ tidak ada gambarnya, karena pakai lensa baru beli – belum pernah dicoba sama sekali – rusak.
penampil terakhir adalah edy purnomo, beliau yang paling senior diatara fotografer tersebut. beliau mengaminkan juga apa yang dilakukan rony mengenai self-assignment, self-project, karena sebagian besar assignment yang dilakukan ternyata dikarenakan ekspose self-project tersebut. jadi self-assignment ini penting untuk membuka kesempatan yang lebih besar. mulai dari yang paling dekat, dan yang paling murah, di lingkungan rumah. buat self-assignment, lalu ‘pamerkan’ karya tersebut. kadang fotograger junior, pemula, merasa ragu untuk mengambil objek, scene yang dia rasa bagus. padahal inti dari memfoto itu adalah prosesnya, ketika prosesnya membuat kita senang kenapa harus ragu. tidak usah pedulikan dulu apakah gambarnya bagus menurut orang, tapi pastikan kita puas akan foto tersebut.