mengingat itu, gue jadi berpikiran akan data rekam medik (medical record) gue yang ada di jmc. soalnya terakhir kali gue mengalami kuping tersumbat ini, gue mendaftar sebagai pasien tht disana.
gue berobat disana dengan alasan, waktu itu adalah rumah sakit terdekat dari kantor. dari pada gue repot repot ke rumah sakit deket rumah gue [dimana gue juga punya data rekam medik disana], mendingan yang deket kantor, yang sekali jalan, begitu selese dari dokter tinggal ke kantor [atau sebaliknya]
sekarang, rumah sakit terdekat dari kantor gue adalah rsal Dr. Mintohardjo. nah kalo gue pengen ke dokter disana, gue khan mau gak mau harus menjelaskan apa dan bagaimana, trus cerita dari awal.
sangat menarik sebenernya, kalo ternyata rekam medik gue bisa di akses sama rumah sakit mana aja, tentu gue bisa agak sedikit tertolong, sejarah perawatan kuping gue pun bisa dimengerti oleh dokter yang baru meriksa, tanpa perlu mengulang semua sejarahnya, tinggal liat aja.
Rekam medik (RM) merupakan salah satu sumber informasi sekaligus sarana komunikasi yang dibutuhkan baik oleh penderita, maupun pemberi pelayanan kesehatan dan pihak-pihak terkait lain (klinisi, manajemen RSU, asuransi dan sebagainya), untuk pertimbangan dalam menentukan suatu kebijakan tata-laksana/pengelolaan atau tindakan medikRekam medik antara lain bermanfaat sebagai :
dokumen bagi penderita yang memuat riwayat perjalanan penyakit, terapi obat maupun non-obat dan semua seluk beluknya. sarana komunikasi antara para petugas kesehatan yang terlibat dalam pelayanan/perawatan penderita sumber informasi untuk kelanjutan/kesinambungan pelayanan/perawatan penderita yang sering masuk ke RSU bersangkutan. penyedia data bagi pihak ketiga yang berkepentingan dengan penderita, seperti asuransi, pengacara, instansi penanggung biaya penyedia data bagi kepentingan hukum dalam kasus-kasus tertentu source : cermin dunia kedokteran
ada dua kontradikisi mengenai rekam medik ini. yaitu hak siapakah rekam medik itu. hak dokter/rumah sakit? atau hak pasien?.
Jika merujuk Bab III pasal 10 ayat dua Peraturan Menteri Kesehatan nomor 749 A/1989 tentang Medical Record, isi medical record jelas milik pasien. “Pasien bisa meminta foto kopi rekam medik,” kata dokter Marius Widjajarta, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI). Tapi pada ayat satu pasal itu juga dikatakan, medical record adalah milik sarana pelayanan kesehatan. Sehingga ini menjadi pembenaran pihak rumah sakit untuk bersikukuh "menahan" medical record itu. Jelas, secara hukum peraturan itu menjadi kontroversi.source : baku tuding malapraktek
mbo' ya bikin peraturan itu jangan sambil mabok, ayat 1 dan ayat 2 nya bisa dibilang bertolak belakang. atau mungkin maksudnya pake operand OR, jadi ayat 1 OR ayat 2 = true (?)
nah kalo ternyata rekam medik itu bisa di'miliki' oleh pasien, tentu dimana pun rumah sakitnya, siapapun dokternya tentu khan bisa dengan mudah melihat riwayat penyakit pasiennya, dan [siapa tau] bisa mendiagnosa yang lebih akurat.
UUPK dalam sorotan Hasibuan masih menyimpan sejumlah kelemahan yaitu ketidaksejajaran hubungan antara dokter dan pasien. Dokumen rekam medis yang dibuat dokter atas hasil pemeriksaan terhadap pasien merupakan milik dokter. Akibatnya, pasien sulit mengetahui isi rekam medis , dan tindakan-tindakan yang dilakukan dokter terhadap pasien yang bersangkutan.
kalo ada yang baca komik black jack, pasti ikutan ngenes membayangkan jadi pasien di jepang..
yang gue rasa, gak usah jauh jauh di jepang, hal yang sama kaya'nya juga terjadi di indonesia
tidak ada standar pelayanan kedokteran yang legal. Standar prosedur operasi yang adapun tidak seragam. Banyak rumah sakit menerbitkan standar berbeda dengan rumah sakit lainnya. Sehingga, pembuktian malapraktek tentu saja semakin sulit jika pasien berpindah-pindah rumah sakit. “Padahal, dugaan malapraktek bisa saja timbul karena dokter tidak sepenuhnya menerapkan informed consent. Artinya, dokter tidak menceritakan secara panjang lebar mengenai penyakit, pemeriksaan, serta terapi yang akan dijalani. Akibatnya, pasien tidak mendapatkan haknya. Jangankan tahu prosedur bedah dan pengobatan, banyak pasien keluar dari ruang dokter tidak tahu diagnosisnya. Pasien pun terpaksa meneken surat persetujuan lantaran ingin cepat sembuh. Seharusnya dokter menemui pasien dan menceritakan semua informasi itu,”source : baku tuding malapraktek
hff.. i need my ear fixed soon
hmm.. tapi jika misalnya pe-release-an medical record ke pasien tidak diperbolehkan karena masalah ke-profesian si dokter... misalnya di dokter A mendiagnosa penyakit si pasien adalah penyakit Y .. tapi karea si pasien ga puas, akhirnya pindah ke dokter B, [anggaplah] medical record si pasien ini, diliat dokter B, dan dia mendiagnosa penyakitnya adalah Z .. dan ternyata diagnosa yang terakhir ini benar.
walhasil kredibilitas dokter A khan jadi terancam..
nah mungkin ini yang lebih menjadi dasar, tidak di-releasenya sebuah medical record.